Sumber : Kompas, 15 September 2016
Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965, Bejo Untung, menilai pernyataan Menteri Koordinator bidang Hukum, Politik dan Keamanan Wiranto yang berjanji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM 1965 bertentangan dengan fakta yang ada.
Sebab, YPKP 1965 telah menerima surat penolakan permohonan audiensi dari para korban dengan Menko Polhukam pada Selasa (13/9/2016).
“Secara kebetulan Selasa kemarin saya baru menerima surat dari Kemenko Polhukam. Isi surat itu justru kontradiktif dengan pernyataan Wiranto. Intinya surat itu menolak permohonan audiensi yang kami ajukan,” ujar Bejo saat dihubungiKompas.com, Kamis (15/9/2016).
Bejo menuturkan, pada 8 Agustus 2016 YPKP 1965 mengirimkan surat permohonan audiensi ke Kemenko Polhukam.
Melalui surat tersebut, YPKP bermaksud untuk mempertanyakan seperti apa bentuk penyelesian kasus pelanggaran HAM 1965 yang akan diambil oleh pemerintah.
Sebab, kata Bejo, sampai saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah terkait hasil rekomendasi “Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 dari Perspektif Sejarah” yang diadakan pada bulan April lalu oleh Wantimpres, Kemenko Polhukam, Lemhanas dan Komnas HAM.
Namun, permohonan audiensi tersebut ditolak dengan alasan permasalahan yang disampaikan sudah pernah dibahas oleh Menko Polhukam.
“Ada kalimat itu dalam surat yang saya terima,” ucap Bejo.
Dalam surat tersebut, lanjutnya, juga disampaikan bahwa pada 8 Agustus 2016, Menko Polhukam telah menyerahkan hasil rekomendasi penyelesaian kasus 1965 kepada Presiden Joko Widodo.
Dengan adanya fakta tersebut, Bejo menilai Pemerintah belum mengambil keputusan mengenai bentuk penyelesaian atas dugaan pelanggaran HAM pada kasus 1965.
This post is also available in: English