Temu nasional Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65 (YPKP 65) yang sedianya diadakan pada pertengahan minggu ini akhirnya ditunda menyusul adanya ancaman pembunuhan kepada pihak panitia. Sejumlah anggota YPKP juga didatangi intel kepolisian yang mengimbau penundaan acara.

Ketua YPKP 65 Bedjo Untung mengatakan ancaman tersebut diterima pihaknya dari Kelompok Front Pembela Islam serta Garda Pembela Islam. Dalam ancaman tersebut, Bedjo menjelaskan banyak kata bersifat provokatif. (Lihat Juga: Ramai di Sosmed, YPKP: Bendera Palu Arit itu Provokasi)

“Mereka adalah kelompok fundamentalis yang mengatasnamakan FPI dan GPI dan menggunakan kata-kata jihad hingga menyebut bahwa darah para mantan tahanan politik itu halal,” kata Bedjo saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/8).

Bedjo menambahkan, provokasi tersebut nyatanya membuat suasana hati para anggota YPKP yang diundang menjadi ketakutan.

Padahal, temu nasional tersebut hanya akan dihadiri oleh 50 orang saja, termasuk perwakilan dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Kementerian Hukum dan HAM.

Lebih jauh, lokasi di Wisma LP3S, sebenarnya sudah dipersiapkan untuk menggelar acara tersebut. Pengurus wisma pun, kata Bedjo tidak masalah tempatnya digunakan untuk berkumpulnya YPKP 65.

“Jangankan pengurus wisma, pihak walikota Salatiga pun sudah memberikan persetujuan dan dukungannya,” ujar Bedjo.

Namun, panitia menjadi bimbang untuk meneruskan lantaran beberapa intel kepolisian di Salatiga, kata Bedjo, mendatangi panitia dan mengimbau agar temu nasional tak jadi dilaksanakan.

Bahkan, pengurus wisma pun dipengaruhi agar mencabut izin yang diberikan kepada YPKP.

“Intel polisi itu mengimbau agar temu nasional dibatalkan, bukan hanya ditunda,” ujarnya.

Atas berbagai pertimbangan, akhirnya Bedjo beserta para anggota YPKP yang berencana melaksanakan temu nasional memutuskan untuk menunda acara tersebut. Bedjo beralasan, dia takut akan muncul kerugian yang besar seandainya temu nasional tetap dilaksanakan.

“Saya mengantisipasi munculnya kerugian yang lebih besar,” ujar Bedjo.

Berdasarkan informasi yang CNN Indonesia dapatkan, pesan ancaman tersebut mengimbau kepada para anggota FPI untuk melakukan jihad agar menghabisi komunis. Pengirim pesan tersebut juga meminta agar FPI tidak membiarkan PKI hidup di Indonesia.

Sebelumnya, YPKP 65 juga sempat dituduh mengibarkan bendera palu arit di Salatiga menjelang acara temu nasional. Kabar tersebut ramai tersiar di media sosial dan mendapatkan komentar banyak netizen. Namun, YPKP membantah pihaknya telah melakukan tindakan provokatif tersebut.

“Kami memang akan mengadakan temu nasional pada tanggal 7 dan 8 Agustus ini di Salatiga. Namun, kami tidak pernah mengibarkan bendera apapun terkait komunisme, ” kata Bejo saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (3/8). “Itu tidak benar, sebuah manipulasi serta provokasi.”

Bejo mengatakan sejak lembaganya dibentuk, tidak pernah mereka menggunakan istilah komunisme ataupun menyertakan logo dan simbol terkait komunisme, seperti palu dan arit, dalam setiap acara atau aktivitas yang mereka lakukan.

Aktivitas YPKP, kata Bejo, berkaitan dengan perjuangan pemulihan bagi korban-korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 65, terutama untuk mereka yang sudah terstigma atau diperlakukan tidak adil oleh pemerintah di masa lalu.

Sumber: CNN Indonesia

This post is also available in: Indonesian