ebook

FINAL REPORT OF THE IPT 1965 : Findings and Documents of the International People’s Tribunal on Crimes against Humanity Indonesia 1965

Peran Negara-negara lain

  1. a) Amerika Serikat
  1. Penyediaan daftar nama anggota PKI, ketika pejabat AS yang bersangkutan pasti menyadari bahwa hal ini mungkin akan menyebabkan eksekusi mereka

Sumber awal untuk hal ini yakni artikel pada 1990 yang secara luas dipublikasi di media AS oleh wartawan Kathy Kadane, berdasarkan wawancara dengan Robert J. Martens, yang sebelumnya merupakan pejabat politik di Kedutaan Besar AS di Jakarta, dan dengan pejabat Kedutaan Besar lainnya di masa itu. Martens dikatakan menyatakan bahwa beberapa daftar yang berisi ribuan nama diserahkan sedikit demi sedikit selama beberapa bulan.

Dalam kutipan langsung, Martens dilaporkan mengatakan, “Itu benar-benar bantuan besar terhadap tentara. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan mungkin tangan saya berlumuran darah, tapi tidak semua hal itu buruk. Ada saat di mana Anda harus memukul dengan keras di waktu penentuan.” Dalam kesaksian untuk Tribunal, intelektual AS Dr. Bradley Simpson menyatakan bahwa Martens dan analis CIA di Kedutaan menciptakan “profil rinci PKI dan organisasi yang terafiliasi dengannya dari kepemimpinan nasional hingga ke regional, provinsi, dan kader lokal. “Ini disampaikan melalui pejabat Indonesia” ke Suharto, yang menggunakannya untuk melacak anggota PKI untuk penangkapan dan eksekusi.”

Sesudahnya, Martens dan pejabat Kedutaan lainnya berkeberatan terhadap interpretasi yang diberikan berdasarkan penyediaan daftar ini, meski tak seorang pun menyangkal bahwa hal ini telah disediakan. Martens menyatakan bahwa nama-nama dalam daftar tersedia secara luas, bahwa daftar tersebut hanya melibatkan pemimpin PKI dan bukan peringkat maupun berkas, dan bahwa ia memberikan daftar atas inisiatifnya sendiri (Washington Post, 2 Juni 1990). Namun, sebuah dokumen yang kemudian diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri AS dalam penyusunan resmi dari bahan yang berkaitan dengan kejadian tersebut, mengutip Duta Besar AS saat itu Marshall Green, sebagaimana penulisan telegram ke Departemen yang menyatakan bahwa:

Sebuah daftar dari versi yang dibersihkan [yakni atribusi Kedutaan dihilangkan] dalam A – 398 [telegram sebelumnya] telah dijadikan tersedia bagi Pemerintah Indonesia Desember lalu [1965] dan tampaknya sedang digunakan oleh otoritas keamanan Indonesia yang bahkan tampaknya kekurangan informasi yang begitu sederhana mengenai kepemimpinan PKI saat itu (daftar pejabat lain di afiliasi PKI, Partindo [kelompok sayap kiri] dan Baperki [asosiasi Indonesia-Tiongkok) juga disediakan ke pejabat GOI [Pemerintah Indonesia] berdasarkan permintaan mereka). 

Berdasarkan dokumen resmi lain, Duta Besar Green, dalam sebuah percakapan dengan Menteri Luar Negeri AS Dean Rusk padaFebruari 1966, juga menyatakan bahwa “Tentara, bersama dengan kelompok politik Muslim yang memiliki kepentingan mencegah kebangkitan Komunis yang telah dihancurkan dengan pembantaian masal, akan mencegah kebangkitan PKI.”85(catatan miring dari editor IPT).

  1. Provisi senjata kecil, perangkat komunikasi dan lain-lain oleh AS kepada pemerintah Indonesia

tujuan umum dari kebijakan AS diungkapkan dengan jelas oleh Sekretaris Rusk yang pada 13 Oktober 1965 mengatakan bahwa, “Bila kesediaan tentara untuk menindaklanjuti perlawanan terhadap PKI bergantung pada atau tunduk pada pengaruh oleh AS, kami tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mempertimbangkan tindakan AS.”86 Tim Jaksa memberikan bukti, berdasarkan sumber-sumber resmi AS, bahwa di akhir Oktober 1965, pejabat White House membentuk kelompok kerja interagensi pada Indonesia, dan bahwa selama beberapa minggu mendatang, pejabat AS menyediakan provisi senjata kecil, perangkat komunikasi, dan pasokan medis secara rahasia kepada tentara Indonesia atau relawan Muslim dan pemuda nasionalis untuk digunakan melawan PKI.

Awalnya ada keraguan yang jelas. Sebuah memorandum CIA pada 9 November mengamati bahwa memasok materi seperti itu kepada tentara Indonesia “menciptakan risiko yang pasti bagi kita mengenai bantuan yang disengaja untuk sebuah kelompok yang tidak dapat dianggap sebagai pemerintah yang sah maupun rezim yang belum terbukti handal atau berumur panjang.” Mereka yang berdebat untuk mendukung awalnya juga yakin bahwa hal ini memang diperlukan karena ada bahaya dari “kebangkitan Komunis.”

Namun, sebagaimana akan dipaparkan di bawah ini, bukti sampai ke Washington bahwa tentara tidak berhadapan dengan pemberontakan PKI (kecuali untuk beberapa perlawanan terbatas di Jawa Tengah) melainkan melakukan atau memprovokasi pembersihan dan pembunuhan massal anti-Komunis skala besar.

Pada saat khusus ini bantuan materi AS untuk tentara Indonesia berupa skala terbatas. Pada bagian ini tampaknya karena pejabat AS (a) tidak yakin mengenai keandalan dan kesiapan tentara secara keseluruhan untuk memperoleh kekuatan politik, dan (b) karena bila bantuan ini jadi diketahui secara publik, reaksi populer yang berkebalikan dapat memperkuat kekuasaan Presiden Sukarno.

Pada Februari 1966 Duta Besar Green secara pribadi meyakinkan Presiden Johnson bahwa “… semua bantuan Amerika Serikat untuk Indonesia, termasuk bantuan untuk militer, telah dihentikan.” Green merekomendasikan “bahwa Amerika Serikat tidak memperluas bantuan yang lebih lanjut untuk Indonesia hingga Indonesia benar-benar mulai mengatur kerangka rumah tangganya.”

Namun demikian, meski volume pasokan ini tidak besar dan waktunya terbatas, pasokan tersebut dianggap penting untuk memenuhi kekurangan yang dirasakan. Lebih penting lagi, mereka dapat dianggap sebagai “lampu hijau” bagi militer Indonesia bahwa AS menyetujui, setidaknya secara diam-diam, tindakan melawan PKI dan tidak keberatan terhadap tindakan yang lebih lanjut……

Selengkapnya simak

PUTUSAN AKHIR MAJELIS HAKIM IPT 1965

 

jangan lewatkan!!!

Kotak Pandora Dokumen Rahasia AS tentang G30S, Penggulingan Soekarno dan Genosida 1965-1966

 

CIA ‘Death Lists’ : CIA Menyiapkan Daftar Ribuan Pimpinan dan Kader PKI Untuk Militer Indonesia 

JEJAK CIA Dalam Tragedi 1965

Liputan Khusus Tempo

 

Keterlibatan AS, Inggris, Australia Dalam Genosida 65

Petikan Kesaksian (terjemahan Indonesia) Bradley Simpson – Associate Professor di bidang Sejarah pada University of Connecticut – Amerika Serikat. sebagai saksi ahli untuk memaparkan keterlibatan pemerintah asing dalam pembunuhan massal 1965-67 di Indonesia dan sidang IPT 1965

 

 Keterlibatan Negara Lain Dalam Pembunuhan Massal 1965 – Hasil IPT 65

 

Bradley Simpson about western complicity in the mass murder 1965-66 in Indonesia (rekaman video kesaksian saksi ahli Bradley Simpson lengkap)

The United States and the 1965–1966 Mass Murders in Indonesia – Bradley Simpson

 

Accomplices in atrocity  – Bradley Simpson

The blackening of the PKI by Shann, Gilchrist, and Green was undertaken not only to contribute to the demise of Sukarno and Indonesian communism but also as a means to promote the Indonesian army as a government in waiting. The justification for theiractions was that the Australians, British, and Americans seized a necessary opportunity to help destroy the PKI and Sukarno after 30 September 1965. The greatest weakness of such a justification is that the so-called reorientation of Indonesia back toward the West is of greater strategic and political significance than the criminal massacres that made this political outcome certain. The idea that 800,000 peasants and alleged sympathizers without any knowledge of, let alone connections to, the events of 1 October 1965 could be tortured, killed, imprisoned, and consigned to the dustbin of Cold War history is an untenable ethical and historical proposition. Divorced from the anti-Communist ideological edifies, the historical record shows that, supported by their respective governments, Shann, Gilchrist, and Green had intimate and even complicit connections to one of the most significant mass atrocities of the twentieth century.

Polluting the Waters A brief history of anti-communist propaganda during the Indonesian Massacres. Genocide Studies International Volume 8, Number 2, Fall 2014, University of Toronto Press, pp. 153-175. Adam Hughes Henry – Australian National University

Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S.-Indonesian Relations, 1960-1968

economist with guns

22366427_10214325663886188_1611815351878846658_n

The United States and the 1965–1966 Mass Murders in Indonesia  by Bradley Simpson

*This article was adapted from Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S.-Indonesian Relations, 1960–1968 by Bradley Simpson.

Pembantaian 1965 di Indonesia: Apa Yang Diketahui Amerika Serikat? – Margaret Scott

G30S 1965: Lima Jejak Keterlibatan Amerika

Peran Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno 1965-1967 – Hasan Kurniawan

The US and the Overthrow of Sukarno, 1965-1967 – Peter Dale Scott

Still Uninvestigated After 50 Years: Did the U.S. Help Incite the 1965 Indonesia Massacre? – Prof Peter Dale Scott

North American Universities and the 1965 Indonesian Massacre: Indonesian Guilt and Western Responsibility – Peter Dale Scott

THE BERKELEY MAFIA AND THE INDONESIAN MASSACRE* BY DAVID RANSOM

It’s Been 50 Years Since the Biggest US-Backed Genocide You’ve Never Heard Of – SAMANTHA MICHAELS

As many as 1 million people were killed by Indonesia’s Cold War regime—and we still don’t know the full story of our government’s involvement.

US orchestrated Suharto’s 1965-66 slaughter in Indonesia – Mike Head

Part 1: New evidence on how the October 1 coup was triggered

7805f-39

US orchestrated Suharto’s 1965-66 slaughter in Indonesia – Mike Head

Part 2: Washington called for military government

A Far Greater Prize Than Vietnam – U.S. Foreign Policy Towards Indonesia in the Era of Vietnam (1961-1967) -V.J.A. Goossen

 

The Shadow Play (CIA roles in Indonesian Killings of 1965-1966)

This post is also available in: Indonesian