dianto_bachriadi_nov2015

IPT65: Selamat sore Bung. Kita bertemu di arena IPT di Den Haag. Anda tampil sebagai saksi ahli, penampilan Anda di luar agenda dan di luar jadwal. Bisa diceritakan mengapa Anda merasa perlu tampil dan setuju untuk diajak tampil?

Dianto Bachriadi (DB): Saya menjadi pengamat selama dua hari. Selama dua hari itu kita dengar berulang-ulang nama Komnas HAM sering disebut, dokumen Komnas sering disebut dan saya merasa ada beberapa hal yang perlu saya klarifikasi mengenai posisi dan kedudukan dokumen itu. Saya kira itu harus diketahui supaya tidak salah tafsir.

Saya pikir karena saya komisioner saya punya otoritas untuk mengatakan posisi dari sejumlah dokumen dan beberapa hal yang berkenaan dengan kesaksian-kesaksian yang kita dengar selama dua hari ini. Saya pikir penting untuk saya menyatakan diri, saya meminta untuk mengintervensi tribunal ini, dengan signifikasi tadi. Saya ingin memberi klarifikasi tentang beberapa hal yang menurut saya penting untuk diketahui agar tidak terjadi salah tafsir.

IPT65: Apa saja yang ingin Anda klarifikasi?

DB: Tadi persoalan posisi dokumen, proses yang sedang terjadi dari laporan yang sudah kita selesaikan tentang laporan pelanggaran HAM berat yang terjadi tahun 65 itu, yang sudah selesai tahun 2012. Sudah lima tahun dia delay bolak balik – bolak balik Komnas Kejaksanaan dan itu menurut saya penting diketahui karena itu juga berkait dengan signifikasi dari IPT ini.

Peristiwa 65 itu sudah membuka mata kita lebih luas, lebih jauh, dan lebih dalam, dari hasil penyelidikan Komnas bahwa akan pentingnya bangsa kita membuka ruang-ruang untuk pengungkapan kebenaran. Kita bersetuju untuk rekonsiliasi. Tapi proses pengungkapan kebenaran itu harus mendahului dari rekonsiliasi. Dan ini ruang yang tepat.

IPT65: Jadi Anda melihat ini bermanfaat bagi penuntasan masalah rekonsiliasi?

DB: Tentu kalau tidak bermanfaat saya tidak akan datang ke sini.

IPT65: Anda juga ditanya soal status Anda di sini?

DB: Saya komisioner, dan sebagai komisioner tentu saja saya bisa memutuskan untuk melakukan kegiatan yang menurut saya penting menunjang kewenangan tugas yang saya emban berdasarkan Undang Undang. Kita bicara di sini soal penyelesaian pelanggaran HAM berat, kita bicara tentang penyelesaian kejahatan kemanusiaan. Kita bicara tentang pengungkapan kebenaran, kita bicara tentang kemanusiaan. Kita bicara tentang hal-hal yang sangat penting di dalam kemajuan dan penegakan HAM di Indonesia. Saya tidak datang dengan kepentingan politik. Saya tidak berurusan dengan itu. Saya adalah komisioner HAM. Saya bicara hak asasi manusia.

IPT65: Di Indonesia banyak dibicarakan soal status tribunal ini, bagaimana Anda melihat statusnya?

DB: Statusnya baik saja di pandangan saya. Seperti tadi ini adalah ruang-ruang bagi kita sebagai bangsa untuk mengungkapkan kepada khalayak sesuatu yang penting di dalam proses rekonsiliasi. Seharusnya proses itu terjadi di dalam negeri, melalui proses peradilan yang resmi atau melalui proses pengungkapan kebenaran yang memang difasilitasi negara secara terbuka, dan para pihak yang berkepentingan bisa meyatakan apa yang dianggap benar. Kita perdebatkan di situ secara sehat, secara terbuka, jadi kita bisa melihat apa yang terjadi selama bertahun-tahun itu.

Jadi bukan hanya penting untuk HAM tapi juga penting untu anak-anak kita di kemudian hari. Bahwa inilah sejarah bangsa, bahwa tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Tadi ada dikatakan itu semacam menjelek-jelekkan bangsa; semakin kita tutupi ini semakin jelek bangsa kita justru. Apa yang salah dengan sesuatu yang terbuka? Kalau memang kita ingin ada rekonsiliasi, kita terbuka, baru saling memaafkan, baru kita bisa berdamai kita mulai melangkah dengan lega. Tidak ada lagi yang saling bersikeras dengan dendam masa lalu.

IPT65: Lalu bagaimana menurut Anda minat yang ditunjukkan terutama oleh majelis hakim tribunal ini yang bukan orang Indonesia, terhadap apa yang terjadi di Indonesia?

DB: Itu yang ingin saya katakan dunia internasional kan juga tidak tutup mata terhadap peristiwa itu. Di sini banyak ahli, banyak yang sudah melakukan riset, penelitian. Ada profesor, doktor yang kualifikasinya tidak diragukan lagi. Kualitas informasinya sudah tidak diragukan lagi. Dan dengan pengetahuan mereka, mereka ingin membantu proses pengungkapan kebenaran itu. Para hakim yang berasal dari luar mereka memiliki concern. Concern mereka adalah pengungkapan kebenaran. Itu sesuatu yang membantu. Kenapa kita harus menghindar dari itu?

IPT65: Jadi masalah ahwa ini adalah langkah-langkah menghianati bangsa itu tidak ada maknanya menurut Anda ya?

DB: Itu aneh menurut saya. Pertama mungkin kurang memahami apa maksud dan pegertian people’s tribunal, pengadilan rakyat. Yang kedua, ada hal yang penting yang tidak hendak dilakukan. Persoalannya sederhana, soal pengungkapan kebenaran. Tapi kalau tidak hendak dilakukan malah jadi pertanyaan malah jadi pertanyaan.

Demikian penjelasan Dianto Bachriadi, salah seorang komisioner Komnas HAM yang hadir pada sidang IPT65, Tribunal Rakyat Internasional yang hari-hari tengah bersidang di Den Haag, Negeri Belanda.

This post is also available in: Indonesian