Situs internet 1965tribunal.org secara resmi diluncurkan hari Rabu, 17 Desember 2014. Para aktivis internasional yang mendukung gerakan ini sebelumnya sepakat mendirikan yayasan International People’s Tribunal (IPT) 1965 tahun 2012 di Den Haag. Tujuannya untuk mengungkap kembali berbagai peristiwa sekitar peristiwa 1965, dan memecahkan lingkaran tabu yang selama ini mengungkungi isu itu.

Setelah hampir 50 tahun, peristiwa 1965 masih jadi isu sensitif di Indonesia. Ketika itu, sekitar satu juta orang dituduh menjadi anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dikejar-kejar, dibunuh, dibantai, disiksa dan dianiaya. Anak-anak serta keluarga mereka mengalami represi selama puluhan tahun di bawah pemerintahan Orde Baru Jendral Soeharto dan kekuasaan militer.

Sampai saat ini, masih belum jelas apa yang sebenarnya terjadi pada masa-masa itu. Ratusan ribu orang terbunuh, ratusan ribu lainnya ditahan tanpa proses pengadilan. Dan hingga kini, lima belas tahun setelah reformasi dan proses demokratisasi, belum ada pemeriksaan atas kasus itu. Belum ada pelaku pembantaian 1965 yang dihadapkan ke pengadilan.

Masyarakat umum di Indonesia masih percaya berbagai cerita versi Orde Baru yang disebarkan lewat pendidikan di sekolah, media, dan indoktrinasi. Antara lain bahwa anggota PKI tidak ber-Tuhan, kejam, biadab, keranjingan seks dan seterusnya. Selama pemerintahan Soeharto, buku-buku sejarah dimanipulasi, pembahasan tentang PKI dan peristiwa 1965 dilarang.

 

Menguak tabir sejarah

 

Leo Lucassen, direktur IISG, membuka acara peluncuran website IPT 1965 di Amsterdam

Leo Lucassen, direktur IISG, membuka acara peluncuran website IPT 1965 di Amsterdam

Bagaimana memecah lingkaran kebohongan dan indoktrinasi yang telah menghasilkan generasi tanpa pemahaman sejarah? Bagaimana memastikan bahwa di masa depan kejahatan kemanusiaan seperti itu tidak terjadi lagi? Bagaimana memberi suara pada keluarga korban yang begitu lama dibungkam, dan menghormati mereka yang dibunuh dan dirampas hak-hak kemanusiaannya?

Berbagai pertanyaan itulah antara lain yang mendorong para aktivis internasional yang tergabung dalam IPT 1965 merilis situs 1965tribunal.org

Situs internet ini diharapkan bisa menjadi sarana dokumentasi, catatan sejarah serta kesaksian dari berbagai pihak. Sehingga tabir sejarah tragedi besar ini bisa terungkap dan menjadi landasan untuk membangun dan memperkuat demokrasi di Indonesia, sekaligus mengangkat martabat bangsa dan manusianya sebagai warga yang dihormati.

Serentak di Amsterdam dan Jakarta

Acaranya digelar hari Rabu, 17 Desember 2014, secara serentak di Amsterdam dan Jakarta. Sebagai sebuah yayasan, IPT 1965 tentu tidak bisa menggelar pengadilan. Namun mereka berjanji untuk mendesak berbagai pihak agar negara Indonesia mau bertanggung jawab terhadap para korban dan keluarganya.

IPT 1965, yang terdiri dari para pegiat HAM, intelektual, ilmuwan dan warga biasa, juga ingin mengajak para peneliti internasional melakukan kajian tentang peristiwa 1965 dan sistem Orde Baru dari berbagai aspek.

Sebagai target, IPT ingin menggelar sebuah “Tribunal 1965” Oktober 2015 di Den Haag, Belanda, kota yang menjadi lokasi Mahkamah Internasional. Kini, IPT sedang mengumpulkan berbagai kesaksian dari para korban yang masih hidup dan tersebar di seluruh penjuru dunia.

Sumber: Dw.De/Tribunal1965Org

This post is also available in: Indonesian