Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah belum memutuskan apakah akan meminta maaf kepada para korban kasus 1965.
Hal ini disampaikan Presiden Jokowi dalam acara temu warga Indonesia, di sela-sela kunjungan resmi ke Inggris, 18-20 April.
“Sekarang menuju penyelesaian … belum ada keputusan. Kita ingin ini selesai, jangan menjadi beban masa depan,” kata Presiden Jokowi, Selasa (19/04) malam atau Rabu dini WIB, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Mohamad Susilo.
Presiden menambahkan bahwa pihaknya belum menerima laporan yang menyeluruh soal kasus 1965.
“Kita ingin selesai, bukan konfrontasi. Saya dengar, saya tak tutup telinga,” kata Presiden Jokowi, merespons seorang penanya bernama Soe Tjen Marching pada pertemuan dengan warga Indonesia di London.
Luhut Pandjaitan menyatakan pemerintah Indonesia tidak akan melakukan permintaan maaf atas kekerasan yang terjadi pada Peristiwa 1965 dan lanjutannya.
Marching menyayangkan pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang sepertinya menutup sama sekali kemungkinan pemerintah meminta maaf kepada para korban kasus 1965.
Ia meminta pemerintah agar fakta dan kebenaran sejarah di seputar kasus 1965 dibuka.
Kasus 1965 kembali mengemuka dalam simposium sejarah 1965 yang diselenggarakan pemerintah di Jakarta pada 18-19 April.
Ini adalah untuk pertama kalinya secara resmi digelar simposium dengan tema sejarah 1965.
Simposium, yang telah berakhir Selasa (19/04) malam, menyimpulkan adanya keterlibatan negara dalam peristiwa kekerasan terhadap orang-orang yang dituduh anggota atau simpatisan PKI pada pasca September 1965.
Banyak pihak meyakini tak kurang dari 500.000 anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia tewas setelah “kudeta pada 30 September 1965”.
This post is also available in: Indonesian