Laporan keputusan final IPT 1965 ini memuat temuan dan 10 tindakan kejahatan kemanusiaan. Hasil temuannya antara lain, Indonesia bertanggung jawab dan bersalah atas kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan atas tindakan dan perbuatan tidak manusiawi, khususnya yang dilakukan oleh pihak militer melalui sistem komando.
Semua tindakan tidak manusiawi tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari serangan sistemik yang menyeluruh terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi-organisasi terkait, termasuk pemimpin, anggota, pendukung dan keluarga mereka (termasuk mereka yang diduga simpatisan) bahkan mereka yang tidak memilliki hubungan dengan PKI.
Serangan ini berkembang luas menjadi sebuah tindakan pembersihan menyeluruh atas pendukung Presiden Sukarno dan anggota radikal Partai Nasional Indonesia.
Setiap tindakan tidak manusiawi adalah sebuah kejahatan di Indonesia dan di banyak negara-negara beradab di dunia.
Serangan yang dilakukan dipicu oleh propaganda yang menyesatkan yang akan dibahas lebih lanjut di bawah.
Keterangan di bawah juga akan memberi penjelasan atas tindakan-tindakan tidak manusiawi yang menjadi bagian dari serangan yang dilakukan.
Laporan ini juga menyebut bahwa Indonesia juga telah gagal mencegah tindakan tidak manusiawi yang terjadi dan juga menghukum pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tindakan tidak manusiawi tersebut.
Fakta bahwa sebagian kejahatan yang terjadi dilakukan oleh baik pihak-pihak tertentu yang terkait dengan negara, maupun mereka yang disebut sebagai pelaku lokal yang spontan tidak membebaskan negara dari kewajiban negara untuk mencegah kejahatan kemanusiaan yang terjadi dan menghukum yang bersalah.
Tindakan kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan meliputi:
- Pembunuhan. Jumlah orang yang terbunuh kemungkinan besar diperkirakan sekitar 400.000 sampai 500.000 orang. Namun, mengingat bahwa kasus ini masih dirahasiakan, jumlah korban sebenarnya bisa lebih tinggi atau mungkin saja lebih rendah. Pembunuhan brutal yang terjadi menyeluruh merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan juga pelanggaran atau hukum Indonesia, termasuk UU KUHP pasal 138 dan 140, khususnya UU No20/2000. Pembunuhan yang terjadi merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
- Hukuman Penjara. Data statistik yang ada tidak cukup untuk menunjukkan berapa jumlah sebenarnya orang ditahan, termasuk tahanan buruh paksa dan budak virtual, namun diperkirakan jumlahnya sekitar 600.000 orang dan mungkin saja lebih besar dari itu. Tindakan pemenjaraan yang tidak melalui proses hukum adalah sebuah bentuk kejahatan di Indonesia dan di sebagian besar banyak negara pada waktu itu. Tindakan pemenjaraan tanpa pengadilan juga merupakan sebuah tindakan kejahatan serius terhadap kemanusiaan dan pelanggaran UU No. 26/2000. Tindakan tersebut juga merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
- Perbudakan. Ada bukti cukup yang menunjukkan bahwa orang-orang yang ditahan dipaksa untuk melakukan kerja paksa di bawah kondisi yang bisa dikategorikan sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan juga pelanggaran atas Konvensi mengenai Kerja Paksa tahun 1930 juga juga pelanggaran atas hukum Indonesia, terutama UU No.26/2000. Tindakan tersebut juga merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
- Penyiksaan. Adanya bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya penyiksaan dalam skala besar yang dilakukan terhadap tahanan pada masa terjadinya pembunuhan massal dan pemenjaraan. Banyak kejadian penyiksaaan direkam dalam laporan Komnas HAM dan Komnas Perempuan dan pada kasus-kasus individual yang digambarkan dalam pernyataan saksi dan bukti tertulis. Ada peraturan ekplisit di sistim perundang-undangan Indonesia yang menentang penyiksaan, kemudian ada larangan total terhadap tindakan penyiksaan dalam hukum internasional. Tindakan penyiksaan ini merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
- Penghilangan secara paksa. Adanya bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya tindakan penghilangan secara paksa dalam skala besar, yang terkadang dilakukan sebelum memenjarakan atau menyiksa korban, sementara pada kasus-kasus lainnya, nasib para korban tidak pernah diketahui. Bukti-bukti ini terdapat dalam laporan Komnas Ham dan diberikan oleh saksi dan studi kasus yang di hadapan sidang Tribunal. Penghilangan secara paksa dilarang dalam hukum internasional. Tindakan penghilangan secara paksa ini merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
- Kekerasan seksual. Bukti adanya kekerasan seksual yang tercatat pada laporan Komnas perempuan dan diserahkan baik secara lisan maupun tulisan terbukti menyakinkan. Bukti-bukti detil yang diberikan pada sidang Tribunal semua saling mendukung fakta dan memberikan gambaran akan adanya tindakan kekerasan seksual yang sistemik terhadap perempuan yang diduga terlibat dengan PKI. Tindakan kekerasan ini meliputi pemerkosaan, penyiksaan seksual, perbudakan seksual dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya. Bentuk-bentuk kekerasan ini telah dan masih dinyatakan sebagai tindakan kejahatan, khususnya Undang-undang No. 26/2000, dan juga termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
- Pengasingan. Para warga negara Indonesia yang paspornya disita ketika berada di luar negeri telah kehilangan hak kewarganegaraannya. Aturan atas tindakan pengasingan yang dipaksa atau terjadi secara sukarela, selain merupakan tindakan tidak manusiawi, adalah merupakan bentuk serangan menyeluruh sebuah negara terhadap warga negaranya sendiri dan mungkin merupakan sebuah bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
- Propaganda. Versi resmi atas apa yang terjadi pada orang-orang yang ditangkap di Lubang Buaya sepenuhnya tidak benar. Fakta yang sebenarnya terjadi diketahui oleh para pimpinan militer di bawah Jendral Suharto dari sejak awal namun kemudian sengaja dipelintir untuk kepentingan propaganda. Kampanye propaganda yang disebar terkait orang-orang yang terlibat dengan PKI membenarkan tindakan penuntutan hukum, penahahan dan pembunuhan para tersangka dan melegitimasi kekerasan seksual dan segala tindakan tidak manusiawi yang dilakukan. Propaganda yang bertahan selama 3 dekade ini memberikan kontribusi tidak hanya pada penolakan terpenuhinya hak sipil para penyintas dan juga pemberhentian tuntutan atas mereka. Menyebarkan propaganda sesat untuk tujuan melakukan tindakan kekerasan adalah sebuah tindakan kekerasan itu sendiri. Tindakan mempersiapkan sebuah kejahatan tidak bisa dipisahkan dari kejahatan itu sendiri. Bentuk persiapan semacam ini memberikan jalan dan merupakan bagian awal dari serangan sesungguhnya.
- Keterlibatan negara lain. Amerika, Inggris dan Australia semua terlibat atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan meskipun dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda. Amerika memberi dukungan cukup kepada militer Indonesia, dengan mengetahui bahwa mereka akan melakukan sebuah pembunuhan massal, tindakan kejahatan atas dugaan keterlibatan negara-negara lain dalam kejahatan terhadap kejahatan dengan demikian dijustifikasi. Bukti paling jelas adalah adanya daftar nama pejabat PKI dimana ada dugaan bahwa akan adanya penangkapan atau pembantaian atas nama-nama tersebut. Inggris dan Australia melakukan kampanye propaganda yang menyesatkan berulang-ulang dari pihak militer dan mereka melanjutkannya dengan peraturan, bahkan setelah terbukti bahwa tindakan pembunuhan dan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan benar-benar terjadi secara massal dan tidak pandang bulu. Hal ini membenarkan dugaan akan adanya keterlibatan negara-negara lain dalam tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pemerintah di negara-negara yang disebutkan di atas menyadari dan mengetahui penuh apa yang sedang terjadi di Indonesia melalui laporan diplomatik dari kontak yang berada di lapangan atau dari media barat.
- Genosida. Fakta-fakta yang dihadirkan di Sidang Tribunal oleh penuntut termasuk tindakan-tindakan yang disebutkan dalam Konvensi Genosida. Tindakan-tindakan tersebut dilakuan untuk melawan bagian substansif negara Indonesia atau kelompok nasional, sebuah kelompok yang dilindungi dalam konvensi genosida. Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud khusus untuk menghancurkan atau membinasakan kelompok tersebut secara bagian atau keseluruhan. Hal ini juga berlaku pada kejahatan yang dilakukan pada kelompok minoritas Cina. Indonesia terikat pada ketentuan Konvensi Genosida tahun 1948 di bawah hukum internasional.
Apa rekomendasi sidang IPT 1965?
Laporan ini menghimbau pemerintah Indonesia untuk segera dan tanpa pengecualian:
- Minta maaf pada semua korban, penyintas dan keluarga mereka atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh negara dan tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan negara dalam kaitanya dengan peristiwa 1965.
- Menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.
- Memastikan akan adanya kompensasi yang setimpal dan upaya ganti rugi bagi semua korban dan penyintas.
Laporan ini mendukung dan menghimbau semua otoritas yang terkait untuk memperhatikan dan mematuhi, antara lain:
- Himbauan Komnas Perempuan untuk dilaksanakannya penyelidikan penuh oleh pemerintah Indonesia dan juga pemberian kompensasi utuh bagi korban penyintas dari kekerasan seksual dan keluarga mereka.
- Himbauan Komnas HAM bahwa Kejaksaan Agung harus bertindak atas laporan tahun 2012 untuk melakukan penyelidikan atas apa yang dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di tahun 1965 dan sesudahnya.
- Himbauan yang diberikan para korban dan individu termasuk kempok HAM Indonesia agar pemerintah dan seluruh sektor untuk:
- Melawan impunitas dan sepakat bahwa impunitas untuk kejahatan serius di masa lalu yang berlawanan dengan nilai-nilai kemanusiaan meracuni masyarakat dan memunculkan bentuk kekerasan baru.
- Merehabilitasi para korban dan menghapus segala jenis tuntutan dan larangan yang dilakukan pihak otoritas yang menghalangi mereka untuk menikmati secara penuh hak-hak asasi mereka yang dijamin di bawah undang-undang Indonesia dan internasional.
- Menentukan kebenaran tentang apa yang terjadi di tahun 1965 sehingga generasi masa depan dalam belajar dari masa lalu.
This post is also available in: Indonesian