KAMIS, 05 JANUARI 2017 |  09:05 WIB | ISTMAN MP

Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, mengatakan akan membentuk Dewan Kerukunan Nasional. Lembaga tersebut berfungsi menangani perkara-perkara hak asasi manusia secara rekonsiliasi atau nonyudisial.

“Presiden sudah setuju untuk dibentuknya Dewan Kerukunan Nasional,” ujar Wiranto setelah sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Rabu, 4 Januari 2017.

Sebelumnya, upaya penyelesaian perkara HAM secara nonyudisial melalui Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun KKR itu kemudian dianggap inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 lalu karena bertentangan dengan UUD 1945.

Sementara itu, rencana rekonsiliasi menyeruak lagi pada 2015 ketika Kejaksaan Agung kembali mengkaji penyelesaian perkara-perkara HAM berat di masa lalu. Total ada 10 perkara HAM berat di masa lalu yang belum terselesaikan, seperti peristiwa Wamena Wasior hingga peristiwa Gerakan 30 September. Jumlah korbannya pun sulit dihitung.

Kasus-kasus itu tidak selesai karena Kejaksaan Agung menganggap berkas yang diserahkan Komnas HAM tidak cukup kuat untuk menyelesaikan perkara-perkara itu.

Mandeknya penyelesaian perkara itu mendorong sejumlah pihak untuk mengambil langkah terkait dengan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM tersebut. Salah satunya Simposium Nasional Membedah Tragedi 30 September 1965 dari Pendekatan Sejarah.

Simposium itu menghasilkan rekomendasi untuk Presiden Joko Widodo terkait penyelesaikan perkara Tahun 1965. Direktur Lemhanas Agus Widjojo, selaku ketua panitia simposium, mengatakan pada Agustus tahun lalu Presiden Joko Widodo telah menerima rekomendasinya dan akan mempertimbangkan langkah selanjutnya.

Wiranto melanjutkan, pembentukan Dewan Kerukunan Nasional ini bertujuan untuk mengurangi kebiasaan membawa perkara-perkara yang diduga pelanggaran HAM ke peradilan. Sebab, kata dia, hal itu tidak sesuai dengan kultur Indonesia yaitu penyelesaian perkara secara mufakat.

“Jadi, kalau ada kasus, diselesaikan dulu dengan cara-cara nonyudisial, bukan dengan konflik di peradilan,” kata Wiranto.

Ia menambahkan, sekarang setiap ada kasus di masyarakat, dibawa ke Komnas HAM. “Kalau begitu, seakan-akan didorong masuk peradilan karena Komnas HAM punya peran menyelidiki kasus untuk dibawa ke peradilan,” tuturnya.

Sumber: Tempo.Co

This post is also available in: Indonesian