Rabu, 20/07/2016 17:12 WIB | Oleh: Tim KBR 

Pengadilan Rakyat Internasional (International People’s Tribunal/IPT) 1965 menyatakan tiga negara terlibat dalam tragedi berdarah dan kejahatan kemanusiaan pada 1965. Tiga negara itu adalah Amerika Serikat, Inggris dan Australia.

Dalam putusan final IPT 1965 yang dibacakan Hakim Ketua Zak Yacoob dari Afrika Selatan disebutkan, tiga negara itu terlibat dalam peristiwa kejahatan kemanusiaan 1965 meski dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda.

“Amerika memberi dukungan cukup kepada militer Indonesia, dengan mengetahui bahwa mereka akan melakukan sebuah pembunuhan massal, tindakan kejahatan atas dugaan keterlibatan negara-negara lain,” kata Zak Yacoob saat membacakan putusan final.

Putusan itu telah dibacakan beberapa hari sebelumnya, namun baru dipublikasikan secara serentak di lima negara melalui video pada Rabu (20/7/2016).

Melalui video yang diunggah di laman Youtube, hakim tunanetra asal Afrika Selatan itu membacakan putusan dari perangkat penerjemah komputer ke huruf Braille.

“Bukti paling nyata adalah penyerahan daftar nama anggota PKI kepada Amerika Serikat, saat telah terjadi dugaan keras bahwa langkah ini akan memudahkan proses penangkapan dan/atau eksekusi atas orang-orang yang nama-namanya yang disebut,” kata Yacoob.

Sementara, Inggris dan Australia terlibat melakukan kampanye propaganda yang menyesatkan berulang-ulang dari pihak militer. Bahkan, itu terus berlanjut, setelah terbukti bahwa tindakan pembunuhan dan kejahatan kemanusiaan itu benar-benar terjadi secara massal dan tidak pandang bulu.

“Hal ini membenarkan dugaan akan adanya keterlibatan negara-negara lain dalam tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Yacoob.

Putusan IPT 1965 juga menyatakan pemerintah di tiga negara tersebut sebetulnya menyadari dan mengetahui penuh apa yang sedang terjadi di Indonesia pada 1965 melalui laporan diplomatik dari kontak yang berada di lapangan maupun di media barat.

Dalam persidangan di IPT, hakim juga menemukan sejumlah fakta yang berbeda dari propaganda yang dilakukan pemerintah Indonesia terkait peristiwa 30 September 1965.

“Versi resmi (pemerintah) atas apa yang terjadi pada orang-orang yang ditangkap di Lubang Buaya sepenuhnya tidak benar. Fakta yang sebenarnya terjadi (sudah) diketahui oleh para pimpinan militer di bawah Jenderal Soeharto dari awal, namun kemudian sengaja dipelintir untuk kepentingan propaganda,” kata Yacoob.

Kampanye propaganda itu kemudian dijadikan pembenaran atas tindakan penuntutan hukum, penahanan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh terlibat PKI. Propaganda itu juga melegitimasi kekerasan seksual dan segala tindakan tidak manusiawi lainnya.

Putusan IPT menyebut, propaganda itu bertahan tiga dekade, dan itu berkontribusi tidak hanya pada penolakan terpenuhinya hak sipil para penyintas, serta pemberhentian tuntutan terhadap mereka.

“Penyebaran propaganda sesat untuk tujuan melakukan tindakan kekerasan adalah sebuah tindakan kekerasan itu sendiri. Tindakan mempersiapkan sebuah kejahatan tidak bisa dipisahkan dari kejahatan itu sendiri,” kata hakim Zak Yacoob.

Editor: Agus Luqman

Sumber: KBR.ID

This post is also available in: English