Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, saat menghadiri sebuah diskusi mengenai Supersemar di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/3/2016). KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, saat menghadiri sebuah diskusi mengenai Supersemar di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/3/2016). KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

JAKARTA – Peneliti sejarah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, menilai ada upaya yang disengaja untuk memutarbalikkan fakta terkait tujuan diadakannya Simposium Tragedi 1965 beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan hal itu dapat dilihat dari opini yang berkembang di masyarakat, seolah Simposium Tragedi 1965 diadakan supaya pemerintah meminta maaf kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Stigma kebencian terhadap PKI dihidupkan kembali tatkala muncul isu rehabilitasi korban dan yang lebih serius lagi, yakni pengungkapan kebenaran,” kata Asvi, melalui pesan singkat Rabu (1/6/2016).

Asvi pun menganggap bahwa penolakan terhadap upaya pembuktian Tragedi 1965 terhadap orang-orang yang tidak bersalah, kemungkinan dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam tragedi tersebut.

“Simposium di Aryaduta itu kan jelas dibiayai negara karena merupakan bagian dari nawacita Presiden Jokowi, harusnya dipatuhi karena itu program resmi,” ujar Asvi.

Simposium “Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain” yang merupakan reaksi dari Simposium Tragedi 1965 resmi dibuka di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016) pada pukul 08.30 WIB.

Acara tersebut dibuka oleh ketua panitia, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri.

Dalam sambutan pembukanya Kiki mengatakan bahwa simposium ini memiliki tujuan akhir berupa rekomendasi yang akan diberikan kepada pemerintah untuk menyikapi polemik kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Kami akan berikan rekomendasi tersebut kepada pemerintah supaya mengambil langkah yang tepat dalam melindungi Pancasila dari PKI,” tutur Kiki kepada seluruh peserta simposium.

Sumber : Kompas, 1 Juni 2016

This post is also available in: English