ESTU SURYOWATI – 23/09/2017, 13:24 WIB

JAKARTA – Film Pengkhianatan G30S PKI kembali menjadi perbincangan publik setelah Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyampaikan ide nonton bareng (nobar) film yang mengisahkan Peristiwa 1965 itu.

Masyarakat pun terbelah menyikapi film ini, ada yang pro, namun ada juga yang kontra.

Jajang C Noer, istri dari sutradara film Arifin C Noer mengakui film tersebut memang dibuat dengan tujuan agar orang membenci Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Memang target film itu, mesti saya tekankan sekali lagi supaya kita membenci PKI. Supaya kita mengerti bahwa PKI tidak benar. Ya, kalau mau dikatakan jahat,” kata Jajang dalam talkshow Perspektif Indonesia di Jakarta, Sabtu (23/9/2017).

Jajang tidak menampik bila ada yang menganggap film karya suaminya itu merupakan satu bentuk propaganda dari pemerintah berkuasa saat itu, yakni pemerintahan Orde Baru.

“Bahwa itu dikatakan propaganda Soeharto, ya apa boleh buat. Soeharto memang ada di peristiwa tersebut. Dia kepala pemerintahan dan yang mengongkosi itu semua,” imbuh Jajang.

Jajang menambahkan, sang sutradara tidak pernah mengira sebelumnya bahwa film itu akan diputar setiap tahun jelang 30 September. Bahkan anak-anak sekolah diwajibkan menonton.

Sepengetahuan si pembuat film, film docudrama itu hanya akan menjadi semacam arsip nasional.

“Kata propaganda itu aja sudah tidak begitu enak didengar. Yang mas Arifin tidak sangka adalah bahwa film itu diputar setiap 30 September,” ucap Jajang.

Mengenai pembuatan film itu, Jajang menuturkan, tim produksi melakukan riset dari data yang ada pada masa itu.

Total waktu dari riset hingga pembuatan film lebih kurang dua tahun.

Tentu saja, kata dia, sangat mudah menggali informasi atau mengakses informasi dari TNI (waktu itu bernama ABRI), daripada informasi dari PKI, keturunan maupun simpatisannya.

Banyak adegan yang tidak digambarkan vulgar oleh Arifin dalam film tersebut.

Data dan skenario awal yang diterima Arifin dari timnya Nugroho Notosusanto pun diolah kembali oleh Arifin.

“Saya perlu tekankan demikian, karena ada salah satu data yang mengatakan para jenderal itu disiksa, ada penganiayaan antara lain mata dicongkel, penis dipotong,” kata Jajang.

“Mas Arifin ya karena datanya seperti itu, dia bikin seolah-olah para jenderal disiksa. Karena itu kelihatan ada darah-darah. Tetapi, tidak ada adegan karena dia tidak percaya. Masa ada sih orang sesadis itu,” ucap Jajang.

Penulis: Estu Suryowati | Editor: Sandro Gatra
Sumber: Kompas.Com

This post is also available in: English