Pembantaian di Indonesia (Genosida 1965-1966) : Peran Perang Propaganda Rahasia Inggris
ebook
FINAL REPORT OF THE IPT 1965 : Findings and Documents of the International People’s Tribunal on Crimes against Humanity Indonesia 1965
Foreign Office `dirty tricks’ helped overthrow Indonesia’s President Sukarno in 1966. Over the next 30 years, half a million people died.
Paul Lashmar and James Oliver
artikel ini berasal dari sumber buku : `Britain’s Secret Propaganda War 1948-77′, by Paul Lashmar and James Oliver, to be published by Sutton on 7 December
Inggris Terlibat dalam Kejahatan Kemanusiaan 1965
Selama periode 1963-1965 di mana Malaya/Malaysia dibantu oleh Inggris untuk melawan serangan bersenjata Indonesia ke Borneo/Kalimantan di bawah kebijakan Konfrontasi Sukarno, Inggris mengembangkan aparat propaganda canggih yang utamanya berbasis di Singapura, menggunakan baik propaganda hitam maupun hubungan tidak resmi dengan media Barat. (Indonesia menggunakan berbagai bentuk propaganda yang berusaha mendiskreditkan dan merusak Federasi Malaysia).
Berdasarkan bukti yang diberikan oleh Penuntut, “serangan 30 September yang gagal” dilihat oleh Inggris sebagai kesempatan untuk mengeksploitasi, menggunakan aparat propaganda ini, dengan harapan membersihkan Indonesia dari pengaruh komunis dan melemahkan kekuatan politik Presiden Sukarno.
Pada 8 Oktober, instruksi dari Kantor Asing dikirim ke Singapura yang menginformasikan operasi Inggris di sana bahwa:
Tujuan kita adalah mendorong orang Indonesia yang anti-Komunis untuk lebih kuat bertindak dengan harapan menghancurkan Komunisme di Indonesia hingga ke akarnya, bahkan meski hanya sementara, dan, untuk tujuan ini dan demi kepentingan itu sendiri, untuk menyebarkan alarm dan keputusasaan di Indonesia untuk mencegah, atau dalam tingkatan apapun memperlambat, kemunculan kembali pemerintahan Nasakom (pemerintah termasuk PKI – catatan dalam sumber) di bawah Sukarno. 89
Selama beberapa bulan berikutnya, informasi yang sebagian besar diambil dari pers militer Indonesia oleh kedutaan besar Inggris di Jakarta, dikirim ke Singapura di mana informasi tersebut disampaikan dalam pengarahan kepada media asing terpilih termasuk BBC.
(Operasi ini dilakukan bersama-sama dengan upaya serupa dari AS dan Australia). Banyak cerita fokus pada dugaan kekejaman komunis, dengan menceritakan kembali versi tentara Indonesia mengenai kejadian di Lubang Buaya, atau dugaan ancaman komunis, dan diambil lagi oleh media Indonesia dan diterbitkan ulang dengan beberapa otoritas yang dianggap benar karena datang dari sumber pers asing. Sebagai tambahan, tentara Indonesia diberikan petunjuk jelas melalui AS bahwa Inggris akan menahan diri dari operasi aktif di Borneo, sehingga memungkinkannya memindahkan pasukannya dari area tersebut. Ini disampaikan dalam sebuah pesan pada 14 Oktober, yang mencakup jaminan bahwa “kami memiliki alasan yang bagus untuk percaya bahwa tak satu pun dari sekutu kami berniat memulai suatu tindakan ofensif terhadap Indonesia.”90 Indonesia mengakhiri konfrontasi bersenjatanya pada Mei 1966 ketika Jenderal Suharto mendirikan kekuasaan politiknya.
Selengkapnya simak
versi online
unduh
Petikan Kesaksian (terjemahan Indonesia) Bradley Simpson – Associate Professor di bidang Sejarah pada University of Connecticut – Amerika Serikat. sebagai saksi ahli untuk memaparkan keterlibatan pemerintah asing dalam pembunuhan massal 1965-67 di Indonesia dan sidang IPT 1965
Keterlibatan Negara Lain Dalam Pembunuhan Massal 1965 – Hasil IPT 65
Bradley Simpson about western complicity in the mass murder 1965-66 in Indonesia (rekaman video kesaksian saksi ahli Bradley Simpson lengkap)
The blackening of the PKI by Shann, Gilchrist, and Green was undertaken not only to contribute to the demise of Sukarno and Indonesian communism but also as a means to promote the Indonesian army as a government in waiting. The justification for theiractions was that the Australians, British, and Americans seized a necessary opportunity to help destroy the PKI and Sukarno after 30 September 1965. The greatest weakness of such a justification is that the so-called reorientation of Indonesia back toward the West is of greater strategic and political significance than the criminal massacres that made this political outcome certain. The idea that 800,000 peasants and alleged sympathizers without any knowledge of, let alone connections to, the events of 1 October 1965 could be tortured, killed, imprisoned, and consigned to the dustbin of Cold War history is an untenable ethical and historical proposition. Divorced from the anti-Communist ideological edifies, the historical record shows that, supported by their respective governments, Shann, Gilchrist, and Green had intimate and even complicit connections to one of the most significant mass atrocities of the twentieth century.
Amerika, Inggris dan Australia Terlibat Genosida 1965 di Indonesia – kbr

British Foreign Office note on a December 1964 report about Indonesia reads: “A premature PKI coup may be the most helpful solution for the West – provided the coup failed.”
Source: UK National Archive.
disalin dari
This post is also available in:
English