Sumber : Tempo, 25/07/16
Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kementerian dan lembaga pemerintah menelaah putusan Pengadilan Rakyat Internasional terkait dengan peristiwa 1965 (IPT 1965). Komisioner Komnas HAM, Nur Kholis, ingin pemerintah tidak hanya melihat putusan itu dari pemberitaan di media.
“Teman-teman (di pemerintahan–) tolong lihat dulu deh hasilnya, pelajari secara menyeluruh. Kalau sudah, baru menentukan sikap,” kata Nur Kholis di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Senin, 25 Juli 2016.
Menurut Nur Kholis, pemerintah sebaiknya membentuk tim khusus untuk mempelajari putusan IPT. Bagaimanapun, kata dia, putusan IPT 1965 tak mengikat secara hukum. “Lihat kan, yang hadir di rapat (sidang IPT 1965) adalah ahli-ahli, jadi tak ada salahnya melihat rekomendasi itu. Jangan buru-buru menolak,” tuturnya.
Putusan IPT 1965 sebelumnya merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk meminta maaf kepada para korban dan keluarga mereka serta para penyintas tragedi 1965. Pemerintah pun didesak menyelidiki dan menindak pelaku di balik peristiwa kelam tersebut.
Pemerintah sempat merespons keras putusan itu. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan meminta IPT 1965 menunjukkan bukti kejahatan kemanusiaan oleh pemerintah Indonesia, seperti yang disebutkan dalam putusan majelis hakim.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebut IPT 1965 sebagai pengadilan gombal. “Itu (pengadilan) gombal, jangan didengerin. Kalau didengerin, kita terpecah,” katanya. Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, negara tak akan meminta maaf atas terjadinya peristiwa 1965.
This post is also available in: English