Jumat, 13 November 2015 18:04 | Reporter : Juven Martua Sitompul

Pengadilan rakyat Internasional (Internasional People’s Tribunal/IPT) di Den Haag, Belanda, masih menggelar sidang kejahatan kemanusiaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia pada tahun 1965. Para pegiat HAM tanah air menegaskan sengaja membawa kasus ini menjadi perhatian dunia.

Steering Committee IPT, Dolorosa Sinaga menegaskan, meski pengadilan ini tidak akan menjerat pelaku ke penjara, pihaknya berharap kasus 1965 ini menjadi pusat perhatian dunia. Oleh karena itu, lanjut dia, IPT berharap Mahkamah Internasional PBB dapat meminta negara lain terlibat pelanggaran HAM untuk bertanggungjawab.

“Membawa kasus 65 menjadi perhatian dunia, di mana akan dibahas dan dibuktikan setiap pelanggaran HAM bisa dibuktikan, ada datanya, ada bukti tertulis maupun visual, audiovisual yang bisa membenarkan semua itu pernah terjadi,” kata Steering Committee IPT, Dolorosa Sinaga, di Jakarta, Jumat (13/11).

Dolorosa menegaskan, alasan tragedi 1965 dimasukkan ke pengadilan IPT untuk mengungkap pelanggaran-pelanggaran HAM yang dibungkam selama 50 tahun. Meski begitu, IPT sebagai komisi masyarakat internasional akan membantu negara manapun untuk mengungkap segala bentuk pelanggaran HAM

“Memfasilitasi suara korban yang dibawa masyarakat sipil negara tertentu dan dihadapkan secara moral membantu negaranya selesaikan masalah HAM,” ujarnya.

Sampai saat ini, kata dia, pemerintah seperti lepas tangan atas peristiwa 1965 itu. Banyak rekan aktivisnya tak pernah diberi jalan mengungkap masalah ini.

“50 tahun pembungkaman di mana kita bisa mengartikan pemerintah engga punya goodwill tanggung jawab untuk selesaikan masalah ini,” ujarnya. [noe]

Sumber: Merdeka.Com

This post is also available in: English