Senin, 16 November 2015 15:51 | Reporter : Yunita Amalia
Pengadilan rakyat internasional soal tragedi 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda, dinilai tak perlu dilakukan. Sebab penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu bisa dilakukan dengan rekonsiliasi.
Ketua Umum DPP Ikatan Advokat Indonesiaa (Ikadin) Sutrino menjelaskan yang berhak mengadili kasus tersebut adalah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) bukan pengadilan rakyat. Terlebih lagi telah ada rekomendasi dari komnas HAM yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung.
“Sebagai orang yang mengerti hukum dan warga negara Indonesia, Todung Mulya Lubis seharusnya tidak mempermalukan bangsanya dan lebih mengedepankan rasa nasionalisme,” kata Sutrisno, Senin (16/11).
Ia mengatakan langkah yang harus diambil para pelaku pengadilan rakyat adalah menggugat kejaksaan melalui pengadilan di dalam negeri dan diselesaikan di dalam negeri juga.
“Sebagai orang yang ngerti hukum seharusnya masalah ini diselesaikan dengan Hukum di Indonesia bukan di luar konstrikusi kita. Apa yang mereka lakukan itu tidak mempunyai landasan hukum baikn hukum nasional atau internasional karena mempermalukan bangsa,” tambah Sutrisno.
Pemerintah diharapkan bisa bertindak tegas terhadap warganya yang telah mempermalukan bangsa di mata internasional. Meski demikian, Ikadin juga meminta pemerintah untuk secepatnya melakukan rekonsiliasi guna menyelesaikan kasus 65 tersebut.
“Rekonsiliasi harus dijalankan namun penyelidikan terhadap kasus tersebut tetap dijalankan oleh Kejaksaan. Rekomendasi dari komnas HAM atas kasus tersebut bisa dijadikan pijakan awal penyelidikan,” tegasnya.
Ia menilai peristiwa yang terjadi pada 1965 merupakan kasus politik yang rumit dan proses hukum tidak akan dapat dilakukan dengan mudah karena banyak yang terkait.
“PKI itu jadi bagian tidak terpisahkan dari kekerasan yang dilakukan sebelumnya dan rentetan sikap politik PKI sendiri yang melakukan kudeta pada 1948 yang secara politik menimbulkan aksi reaksi yang membuatnya tidak mudah orang mencari siapa korban dan pelaku dalam konteks pelanggaran HAM,” katanya. [hhw]
Sumber: Merdeka.Com
This post is also available in: English