Rabu, 18/01/2017 21:47 WIB | Oleh: Yudi Rachman
Jakarta- Pegiat kemanusiaan berencana mengajukan uji materi terkait pelanggaran HAM masa lalu. Koordinator Sidang Rakyat 65 Nursyahbani Katjasungkana menyatakan akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 24 ayat 3 UUD 1945. Ayat amandeman itu menjadi dasar keberadaan lembaga penyidik dan lembaga penuntut.
Kata Nursyahbani gugatan terkait kewenangan antar lembaga Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut dia, selama ini lembaga Komnas HAM dan Kejaksaan Agung saling lempar dalam menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Kedua lembaga itu dinilai memiliki persepsi yang berbeda dalam mengungkap dan menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM masa lalu.
Kata dia diperlukan upaya hukum untuk menentukan kewenangan dua lembaga itu dalam menyelesaikan kasus HAM masa lalu.
“Kewenangan dalam arti persepsi kewenangan masing-masing tidak terlalu jauh. Mungkin Judicial Review, mungkin bisa juga mengajukan Citizen Law Suit kepada Kejaksaan Agung agar menjalankan fungsinya,” jelas Koordinator penyelenggara sidang rakyat kasus 65 Nursyahbani Katjasungkana kepada KBR, Rabu (18/1/2017).
Kata dia, akibat konflik kewenangan ini membuat kedua lembaga itu saling lempar tanggung jawab.
“Jaksa Agung tidak menindaklanjuti bahkan beberapa kali mengembalikan. Belakangan Dewan HAM PBB, salah satu anggotanya datang ke Jakarta mengenai konflik prosedural antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, sehingga menghasilkan rekomendasi untuk membentuk joint team investigation. Supaya tidak berdebat terus tentang hal yang teknis. Januari lalu mereka sudah bertemu dan tidak ada kesepakatan karena Jaksa Agung tetap menganggap itu bukan Kejahatan HAM melainkan pidana biasa,” jelasnya.
Nursyahbani mendorong perlu ada penyelidikan lanjutan dari Komnas HAM agar penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tidak berujung pada jalur nonyudisial. Kata dia, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan Komnas HAM seperti melakukan penyelidikan dan melakukan penggalian kuburan massal di beberapa titik seperti yang diberikan YPKP 1965.
“Komnas HAM melakukan penyelidikan tambahan dengan melakukan pembongkaran kuburun masal, ada 14 titik yang sudah diinformasikan oleh YPKP dan waktu itu disetujui juga oleh Pak Luhut untuk dilakukan pembongkaran sesuai prosedur hukum yang ada. Kedua, kita mendorong rumusan yang lebih jelas antara wewenang Komnas HAM dan wewenang Jaksa Agung dengan melakukan judicial review berkaitan dengan konflik kewenangan,” jelasnya.
Sementara itu Aktivis hak asasi manusia Todung Mulya Lubis menilai langkah pemerintah dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tidak jelas. Todung tidak melihat langkah konkrit dalam menyelesaikan persoalan itu kecuali langkah penyelesaian nonyudisial.
“Saya tidak melihat ada satu langkah penyelesaian yang dilakukan pemerintah sekarang ini. Kecuali ada gagasan penyelesaian nonyudisial, tetapi saya sendiri tidak mengetahui sejauh mana penyelesaian nonyudisial itu dijabarkan. Terakhir muncul usul pembentukan Dewan Kerukunan Nasional,” jelasnya.
Editor: Rony Sitanggang
Sumber: KBR.ID
This post is also available in: English