Petisi 2 Mei 2016

Temuan dan identifikasi kuburan massal, khususnya dalam “Peristiwa 1965” adalah bagian dari penyelidikan (pro-justicia) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan penting bagi upaya pengungkapan kebenaran dalam rangka memenuhi hak korban untuk tahu, untuk mendapat keadilan, untuk mendapatkan reparasi, termasuk rehabilitasi, serta jaminan negara bahwa kejahatan serupa tidak akan terulang lagi di masa depan.

Berdasarkan UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan sepenuhnya terhadap berbagai temuan seperti kuburan massal, sebagai alat bukti dalam proses hukum. Selain itu temuan adanya kuburan masal ini juga penting bagi upaya untuk pengungkapan kebenaran.

Oleh karena itu kami mengusulkan:

  1. Komnas HAM segera mengambilalih proses identifikasi, verifikasi dan pengungkapan kuburan massal. Karena Komnas HaM memiliki mandat dan kewenangan untuk melakukan penyelidikan (inquiry) terhadap pelanggaran berat HAM “Peristiwa 1965”.
  2. Komnas HAM segera menyusun Protokol dan SOP sesuai dengan standar internasional “penggalian kuburan massal”, yang mencakup namun tidak terbatas pada: tata cara penggalian (exhumation) kuburan massal; identifikasi dan pemeriksaan forensik atas kerangka manusia, perlindungan dan keamanan lokasi dan situs kuburan massal, perlindungan terhadap para saksi, juga penghormatan terhadap hak-hak keluarga korban atas kerangka manusia yang ditemukan (human remains).
  3. Komnas HAM penting memastikan bahwa temuan tersebut merupakan bagian dari bukti-bukti hukum bagi kepentingan proses judisial maupun bagi proses pengungkapan kebenaran.
  4. Dalam pelaksanaan mandat dan tugasnya untuk melindungi para saksi dan keluarga korban, Komnas HAM perlu menjalin kerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan dalam hal proses lanjut penggalian atau pemakaman kembali kuburan massal berkoordinasi dengan pemerintah (Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI, serta Menkopolhukham dan Kemenhukham,) maupun pemerintah daerah.
  5. Mendesak Komnas HAM untuk segera membentuk Satuan Tugas (task force) untuk melakukan Identifikasi dan Penggalian Kuburan Massal dengan melibatkan organisasi korban/ penyintas, organisasi masyarakat sipil, serta media massa untuk menjamin akuntabilitas dan transparansinya.

 

2 Mei 2016

 

  1. Aan Anshori, JIAD Jawa Timur, Jombang.
  2. Abdul Salam, LPKROB, Jakarta.
  3. Aboeprijadi Santoso, jurnalis,
  4. Agnes Gurning, warga, Jakarta
  5. Ahmad Rifai, Social Movement Institute, Yogyakarta.
  6. Alfa Gumilang, Kabar Buruh, Jakarta
  7. Amatul Rayyani, Jurnalis, Jakarta
  8. Amerta Kusuma, pekerja film, Jakarta
  9. Aminah Idris, penyintas, Amsterdam
  10. Andi Saiful Haq, Intrans, Jakarta
  11. Anik Tunjung Wusari, Indonesia untuk Kemanusiaan, Jakarta
  12. Arahmaiani Feisal, pekerja seni, Yogjakarta
  13. Ardjuna Hutagalung, Belok Kiri, Jakarta
  14. Ariel Heryanto, gurubesar pada The Australian National University, Canberra.
  15. Arif Kurniawan, bloger, Amsterdam
  16. Artien Utrecht, penggiat IPT 1965, Den Haag
  17. Asep Saepudin, Staf Peneliti ARC Bandung
  18. Asri Vidya Dewi, advokat, Bandung
  19. Asvi Warman Adam, sejarawan, Jakarta
  20. Ayu Purwaningsih, jurnalis, Koeln
  21. Ayu Ratih, sejarawan, Jakarta
  22. Barra Annasir, pembebasan.org
  23. Bedjo Untung, YPKP 65,
  24. Berto Tukan, penulis lepas, Jakarta.
  25. Bilven, Ultimus, Bandung
  26. Gayatri, aktivis untuk ‘Social-Justice’, Jakarta
  27. Bonnie Setiawan, peneliti, Jakarta
  28. Bonnie Triyana, Pemred Majalah Historia,
  29. Caroline Monteiro, aktifis perempuan, Jakarta
  30. Chrisbiantoro, dosen FH UBK, Jakarta
  31. Dhyta Caturani, aktivis, Jakarta
  32. Dolorosa Sinaga, dosen IKJ dan pematung, Jakarta.
  33. Donny Danardono, dosen, Unika Soegijapranata, Semarang
  34. Edith Koesoemawiria, peneliti, Frankfurt
  35. Edo W. Adityawarman, Pembebasan, Bandung.
  36. Efi Sri Handayani, video maker, Jakarta
  37. Elisabeth Ida, pekerja seni dan aktivis, Gent.
  38. Ellena Ekarahendy, desainer grafis, Tangerang
  39. Ellin Rozana, Institut Perempuan, Bandung
  40. Erwin Suryana, anggota perkumpulan ARC Bandung
  41. Fildzah Izzati, peneliti LIPI dan anggota editor Indoprogress, Jakarta
  42. Faisal ‘Ical’ Bustamam, video maker, Jakarta
  43. Fatkhul Khoir, Kooordinator KontraS Surabaya.
  44. Febriana Firdaus, jurnalis, Jakarta
  45. Franciscus Xaverius Taro, pekerja, Jakarta
  46. Galuh Wandita, aktifis HAM, Jakarta
  47. Gracia Asriningsih, penulis, Jakarta
  48. Endang, LPKROB, Jakarta.
  49. Harry Wibowo, peneliti, Jakarta
  50. Hilma Safitri, Peneliti ARC Bandung
  51. IKOHI (Wanmayeti, Ketua)
  52. Ilham Aidit, arsitek, Bandung.
  53. Indraswari Agnes, copywriter, Jakarta
  54. Khalisah Khalid, aktivis lingkungan hidup, Jakarta
  55. Kusnendar, LPKROB, Jakarta.
  56. Lea Pamungkas, jurnalis, Amsterdam
  57. Legimin, LPKROB, Jakarta.
  58. Lexy Rambadeta, video maker, Jakarta
  59. Lilik HS, penulis, Jakarta
  60. Lina Marlina, peneliti ARC Bandung
  61. Majda El Muhtaj, kepala Pusham Unimed, Medan
  62. Malik Feri Kusuma, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jakarta.
  63. Mardiyanto, LPKROB, Jakarta.
  64. Martin Aleida, penyintas & penulis, Jakarta.
  65. Miryam Nainggolan, aktivis HAM Jakarta
  66. Muhammad Azka Fahriza, Islam Bergerak, Jakarta
  67. Muhammad Ridha, Partai Rakyat Pekerja (PRP), Jakarta
  68. Naomi Srikandi, pekerja seni, Yogyakarta
  69. Ngatmin, LPKROB, Jakarta.
  70. Nurlaela Lamasitudju, Sekjen SKP-HAM, Sulawesi Tengah
  71. Nursyahbani Katjasungkana, Kordinator IPT 1965, Jakarta
  72. Pipit Ambarmirah, Kiprah Perempuan, Yogyakarta.
  73. Pratiwi Febry, pengacara publik LBH Jakarta.
  74. Prodita Sabarini, wartawan, Ingat65
  75. Quadi Azam, peneliti, Medan
  76. Valentina Sagala, aktivis perempuan dan HAM, Bandung.
  77. Ratna Saptari, Tim peneliti IPT 65 dan dosen Univ Leiden.
  78. Reza Muharam, IPT65, Jakarta
  79. Rian Adhivira, peneliti, Semarang.
  80. Roy Murtadho, Islam Bergerak, Jombang
  81. Samsidar, aktivis HAM Banda Aceh
  82. Sangdenai, Ultimus, Bandung
  83. Saras Dewi, dosen dan aktifis, Jakarta.
  84. SEMAR UI (Muhammad Faris Hanif, Ketua)
  85. Sinnal Blegur, Praxis, Jakarta
  86. Siti Aisah, Pengajar RA/ Roudatul Athfal (TK Islam) Al Wahid Bandung
  87. Sityi M. Qoriah, Peneliti ARC, Bandung
  88. Sri Lestari Wahyoeningroem, pengajar FISIP UI, Jakarta
  89. Sri Sulistiowati, penyintas 65, Jakarta
  90. Sri Tunruang, penggiat IPT 1965, Aachen.
  91. Supriyadi, FOPPERHAM Yogyakarta.
  92. Syahar Banu, keluarga korban Kasus “Tanjung Priok 1984”, Jakarta.
  93. Thiara Tejaniti, anggota perkumpulan ARC Bandung
  94. Unu Herlambang, peneliti, Semarang.
  95. Vincentia I. Widyasari, pekerja lepas, Bekasi
  96. Wahyu Susilo, aktivis, Jakarta
  97. Wara Aninditari Larascintya Habsari, copywriter, Jakarta
  98. Web Warouw, jurnalis, relawan, Jakarta
  99. Whisnu Yonar, Belok Kiri, Jakarta
  100. Windu Jusuf, IndoPROGRESS, Jakarta
  101. Wisnu Adhi, Wonogiri, Anggota Perkumpulan ARC
  102. Yayak Yatmaka, pekerja seni, Yogyakarta
  103. Yerry Wirawan, sejarawan, Yogyakarta.
  104. Yovantra Arief, peneliti, Jakarta.
  105. Yudi Bachrioktora, mahasiswa Program Doktoral, Bern University, Bern, Swiss
  106. Yulia Evina Bhara, Partisipasi Indonesia.
  107. Yunantyo Adi, pegiat HAM Semarang.
  108. Zico Mulia, pegiat HAM, Jakarta.
  109. Zulfi Syaiful, Pembebasan, Bandung.

This post is also available in: English