latar2_ipt

 

Atas penerimaan penghargaan Suardi Tasrif Award yang diberikan oleh AJI kepada IPT 1965

26 August 2016

Yang terhormat Pengurus Aliansi Jurnalis Independen , para juri dan hadirin sekalian

Pertama-tama saya atas nama Koordinator Komite Penyelenggara IPT 1965 menyampaikan terimakasih yang tak terhingga atas penghargaan Suardi Tasrif Award yang diberikan kepada Komite Penyelenggara IPT 1965. Penghargaan ini sungguh bermakna bagi kami, khususnya bagi para korban dan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan IPT 1965 dan advokasi lanjutannya dalam rangka untuk mengungkapkan kebenaran dan menegakkan keadilan agar peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida 1965-1966 itu tidak terulang lagi.

Kedua, saya mohon maaf karena saya tak dapat hadir dalam acara yang sangat penting bagi perjuangan kami dan para korban kejahatan berat HAM tersebut. Namun karena saya merasa bahwa sesungguhnya para korbanlah yang paling berhak mendapatkan penghargaan, maka tidak salah jika dalam kesempatan ini sdr. Bonnie Setiawan sebagai koordinator Forum 65, mewakili IPT 1965 dalam menerima penghargaan tsb.

Bagi saya pribadi, yang mengenal almarhum Suardi Tasrif pada tahun 1980 baik sebagai pendiri LBH Jakarta maupun sebagai Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, penghargaan ini bermakna sangat luar biasa mengingat nilai-nilai kejuangan yang beliau tanamkan kepada kami untuk terus memperjuangkan hak-hak kaum miskin yang tertindas secara politik, sosial dan ekonomi . Ucapannya yang selalu terngiang bahwa hukum yang tidak adil bukanlah hukum, memberi energi yang tak habis-habisnya untuk terus menegakkan keadilan dan kebenaran serta menciptakan sistim hukum yang adil bagi semua orang khususnya bagi si miskin. Ucapan beliau tepat sekali jika kita lihat pada konteks penyelesaian masalah kejahatan HAM masa lalu khususnya kejahatan HAM berat 1965-1966. Saya katakan tepat karena meskipun hukum untuk menyelesaian masalah ini cukup tersedia namun ternyata pemerintah seperti enggan untuk menyelesaikannya baik melalui jalur yudicial maupun non yudicial. Disini kita bisa memaknai ucapan almarhum Suadi Tasrif itu dengan arti yang lain : jika hukum tak ditegakkan maka yang ada hanya kekuasaan. Atas nama kekuasaan itu pula, para korban kejahatan berat 1965 itu tetap diburu, di persekusi, dihinakan dan para pendampingnya diintimidasi dan di label dengan macam-macam tuduhan. Tapi kami menolak bungkam,

Karena itu, kami menerima penghargaan Suardi tasrif Award ini dengan sangat   bangga bercampur haru yang dalam. Karena ternyata jalan sunyi tapi terjal dan penuh onak dan duri yang kami tempuh, dalam rangka memperdengarkan suara korban di tingkat nasional maupun internasional, akhirnya mendapat rekognisi, pengakuan dan penghargaan dari dalam negeri sendiri dan diberikan oleh sebuah perkumpulan jurnalis yang selama ini dikenal gigih dalam mengungkap kebenaran dan ikut memperjuangkan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.

Penyelenggaraan IPT 1965 tersebut hanya bisa terlaksana, pertama-tama karena mandat yang kami terima dari para korban baik yang berstatus eksil di beberapa Negara Eropa maupun di Indonesia sendiri ; selanjutnya tentunya adalah kerja bareng yang tanpa lelah dan konstruktif dalam spirit kebersamaan yang kuat dari para advokad, pegiat HAM dan para peneliti serta jurnalis baik dari Indonesia maupun dari luar negeri.

Kepada mereka semualah penghargaan ini dipersembahkan.

Sekali lagi terimakasih atas perhatian yang diberikan.

Salam,

Nursyahbani Katjasungkana

Koordinator Komite Penyelenggara IPT 1965

This post is also available in: English