Salah satu dakwaan yang diajukan tim jaksa penuntut pada Tribunal Rakyat Internasional IPT65 adalah keterlibatan negara-negara lain dalam pelaksaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Untuk dakwaan ini tim jaksa mengajukan Bradley Simpson sebagai saksi. Sejarawan Bradley Simpson sudah lama meneliti keterlibatan pemerintah Amerika dalam banjir darah 1965-1966 di Indonesia. Dia menulis buku tentang keterlibatan Amerika yang berjudul Economists with guns: Authoritarian Development and US-Indonesian Relations, 1960-1968.
IPT65: Anda baru saja memberi kesaksian di depan IPT 1965 Den Haag tentang keterlibatan pemerintah Amerika Serikat pada peristiwa banjir darah di Indonesia tahun 60-an. Hal penting apa yang Anda coba kemukakan?
Bradley Simpson (BS): Satu hal penting yang ingin saya kemukakan bahwa pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara barat lain sudah lebih dari setahun mengusahakan terjadinya konflik senjata antara tentara dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan harapan tentara Indonesia bisa menghancurkan PKI.
Setelah G30S, pemerintah Amerika memulai sebuah operasi yang ditutup-tutupi untuk menyokong dan menyemangati militer Indonesia supaya menghancurkan PKI. Pemerintah Amerika menyediakan senjata, bantuan dana dan dukungan politik, supaya Jenderal Soeharto dan sekutunya tahu bahwa mereka mendapat dukungan penuh, walaupun dukungan diberikan diam-diam. Saat itu, untuk Amerika, terang-terangan mendukung Soeharto dan tentara Indonesia melawan Sukarno, mengandung resiko politik tinggi.
Saya juga bersaksi bahwa Amerika sepenuhnya sadar akan rangkaian pembunuhan yang terjadi dan jumlah orang yang tewas selama pembunuhan berlangsung. Amerika tidak protes atau berusaha menghentikan peristiwa tersebut dan malah membantu pemerintah Indonesia dengan menyediakan apapun yang dibutuhkan untuk menghancurkan Partai Komunis Indonesia. Padahal mereka tahu benar bahwa bantuan digunakan untuk membunuhi rakyat tak bersenjata.
IPT65: Berapa lama operasi itu berlangsung?
BS: Dari dokumen yang dipublikasikan, pemerintah Amerika mulai mendukung militer Indonesia sejak akhir Oktober 1965.
IPT65: Jadi singkatnya ini uang Amerika, senjata Amerika dan restu diam-diam Amerika?
BS: Ya, seperti yang saya tekankan, dukungan materi sangat kecil waktu itu, karena terang-terangan mendukung militer Indonesia melawan Sukarno resikonya besar buat Amerika. Sukarno waktu itu masih presiden dan Soeharto tidak populer di Indonesia. Jadi CIA dan pemerintah Amerika harus berhati-hati sekali dalam memberi dukungan, supaya tidak ketahuan publik. Jika ketahuan bisa mendiskreditkan tentara Indonesia yang tengah berusaha mengukuhkan citra sebagai penguasa sah Indonesia saat itu. Para petinggi militer tidak mau Amerika membahayakan prospek mereka untuk merebut kekuasaan.
Jadi situasinya memang rawan, Amerika mau saja memberi dukungan, tapi bagaimana caranya supaya tidak berlebihan dan tidak ketahuan, sehingga membahayakan militer Indonesia mencapai tujuan besar menghancurkan PKI, menggulingkan Sukarno dan merebut kekuasaan.
IPT65: Sudah tentu pemerintah Amerika tidak sendirian dalam hal ini, bukan? Ada keterlibatan negara lain?
BS: Sedikit sekali, atau bahkan sebenarnya tidak ada negara lain yang benar-benar melakukan sesuatu yang berarti untuk menghentikan rangkaian pembunuhan ini. Pemerintah Inggris, seperti juga Australia, melakukan operasi propaganda rahasia mendukung tentara Indonesia waktu itu. Pemerintah Jepang memberi dukungan dana, juga sejumlah negara barat yang meyediakan bantuan intelijen, bahkan pemerintah Uni Soviet pada waktu itu. Waktu itu terjadi konflik antara Uni Soviet dengan Cina soal ideologi komunisme. Tidaklah mengherankan kalau Indonesia yang lebih dekat dengan Cina menjadi sasaran Uni Soviet.
Dari dokumen yang dipublikasikan, pemerintah Amerika mulai mendukung militer Indonesia sejak akhir Oktober 1965.
This post is also available in: English