Sebagai tindak lanjut program sosialisasi Hasil Putusan Panel Hakim International People’s Tribunal 1965 (IPT65), pada Selasa 1 Agustus 2017 kemarin di Klender Jakarta Timur, IPT65 menyelenggarakan Lokakarya evaluasi dan perencanaan mengenai langkah bersama untuk memajukan kesadaran umum tentang penyelesaian menyeluruh terhadap kejahatan serius 1965-66.
Beberapa jam sebelum acara dimulai, Panitia Lokakarya didatangi aparat keamanan yang terdiri dari Kasat Intel Polres Jakarta Timur, AKBP Sianturi; pihak Koramil serta Lurah Jakarta Timur, dan beberapa oknum intelejen.
Dengan alasan tidak memiliki izin acara/ kegiatan, pihak pengelola lokasi juga ditekan untuk membatalkan Lokakarya tersebut. Pihak pengelola diminta untuk memberitahukan kepada Panitia bahwa kegiatan Lokakarya IPT65 tidak bisa dilanjutkan. Padahal baik pihak pengelola sudah menyepakati sewa-menyewa lokasi, dan tidak lazim meminta izin kepada aparat setempat untuk sebuah kegiatan lokakarya kecil yang tidak untuk umum dengan jumlah peserta 20-25 orang.
Beberapa peserta yang datang lebih awal diinterogasi mengenai rincian kegiatan dan surat undangan. Peserta ditekan dan terintimidasi dengan pertanyaan-pertanyaan Kasat intel.
Kasat Intel menegaskan bahwa kegiatan apapun di tempat tersebut harus memiliki izin. Aparat keamanan wajib terlibat, terutama karena ada laporan. Namun ketika kami, Panitia Lokakrya, menanyakan siapa yang melaporkan kepada pihak kepolisian, Kasat Intel tidak menjawab. Menurutnya panitia tidak perlu tahu.
Kedatangan aparat-aparat keamanan yang terdiri dari unsur Polisi dan TNI serta beberapa orang intelejen merupakan tindakan intimidatif terhadap warga sipil dan pihak pengelola tempat. Sementara Lurah dipaksa ikut serta. Karena melihat pihak pengelola lokasi acara mengalami tekanan, Panitia IPT65 memutuskan untuk melanjutkan acara di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Sebagai warga sipil kami memandang bahwa kebebasan berkumpul dan berdiskusi yang merupakan hak asasi setiap orang dan hak konstitusional warga negara telah dirampas secara sewenang-wenang oleh aparat keamanan.
Pelarangan kegiatan diskusi, pertemuan, pemutaran film, bahkan pentas kesenian ataupun festival dengan dalih tidak memiliki izin kegiatan/ acara bukanlah kali ini terjadi. Dalam catatan SAFEnet (http://id.safenetvoice.org/pelanggaranekspresi), sejak 2015 hingga bulan Mei 2017 tercatat 61 kasus pelarangan dan pembubaran paksa. 80 persen di antaranya merupakan pelarangan atau paksaan pembatalan acara/ pertemuan oleh aparat keamanan setempat karena dikait-kaitkan dengan korban/ penyintas 1965-66 ataupun isyu kebangkitan komunisme.
Dalam rangkaian kegiatan diseminasi dan edukasi Putusan Panel Hakim IPT65, panitia lokal di beberapa kampus dan lokasi dipaksa membatalkan acara. Di Ambon, 18-19 Maret 2017, pihak penyewa diintimidasi dan ditekan sehingga acara harus berpindah lokasi di sebuah Gereja. Di Bandung 31 Maret 2017, meskipun acara yang dihadiri lebih dari 100 mahasiswa berlangsung lancar di Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan, namun pihak Dekanat FH UNPAR disatroni oleh aparat Kepolisian. Di Semarang (17 Maret 2017) maupun di Surabaya (24 Mei 2017) otoritas kampus mendesak Panitia setempat untuk membatalkan acara. Di kampus APDM Yogyakarta (19 April 2017), pihak panitia setempat diinterogasi aparat intelejen.
Baru-baru ini, Pertemuan (23/7) YPKP65 di Cirebon.
Interogasi dan intimidasi dalam bentuk perizinan bahkan pelarangan dan paksaan untuk membatalkan suatu pertemuan oleh aparat Kepolisian merupakan suatu bentuk perampasan dan serangan serius terhadap hak untuk berkumpul dan berpendapat. Lebih dari itu paksaan untuk pembubaran di beberapa kampus juga merupakan penghinaan terhadap kebebasan mimbar akademik.
Alih-alih mengambil langkah-langkah nyata untuk penyelesaian secara berkeadilan terhadap kejahatan serius di masa lalu, pemerintahan Jokowi-JK secara sistematis malah mengekang dan memberangus berbagai prakarsa publik untuk mengungkapkan kebenaran dan pemenuhan hak-hak korban/ penyintas Kejahatan Genosida 1965-66.
Indonesia saat ini semakin bergerak menuju cara-cara dan praktek autoritarianisme Orde Baru!
Jakarta, 2 Agustus 2017
Panitia dan Relawan IPT65
This post is also available in: English