Kamis, 12 November 2015 18:19 | Reporter : Ardyan Mohamad
Situs 1965tribunal.org sejak hari ini, Kamis (12/11) pukul 15.00 WIB tidak bisa diakses dari Indonesia. Ketika merdeka.com mencoba mengaksesnya muncul tanda ‘error 403’, yang artinya ada upaya pihak tertentu menyensor konten situs tersebut, dengan membatasi akses Internet Protocol.
Kabar penyensoran ini disampaikan pertama kali oleh peserta sidang, Joss Wibisono melalui akun Facebook pribadinya. “Semoga situs 1965tribunal.org bisa dibuka di tanah air dan semoga diri ini teguh dan tabah mendengar kesaksian-kesaksian yang pasti menguras energi dan emosi,” tulisnya.
Situs 1965tribunal.org ini selama tiga hari terakhir menyiarkan proses Sidang Rakyat 1965 (IPT) dengan metode streaming, membahas pelanggaran Hak Asasi Manusia berat oleh pemerintah, tentara, dan ormas-ormas saat menghabisi terduga anggota Partai Komunis Indonesia. Tak hanya konten video, ada pula ikhtisar sidang maupun foto-foto selama pengadilan rakyat di Kota Den Haag, Belanda.
Salah satu pengguna Facebook, Junito Diaz, menduga pemblokiran situs ini dilakukan secara sengaja, langsung ke servernya. Pasalnya, beberapa pengguna Internet dari luar negeri juga mengalami kesulitan mengakses situs itu seperti di Tanah Air.
“Aku rasa ini ada yang minta ke host servernya untuk ditutup. Jadi bukan block IP negara,” tulis Diaz.
Seandainya tidak diblokir, hari ini pemirsa dari Indonesia bisa menyaksikan jalannya sidang terkait penghilangan paksa terduga komunis, serta bukti adanya propaganda masif pemerintah Orde Baru mendiskreditkan keluarga tapol serta komunisme.
Sebelum mengalami pemblokiran, situs sidang rakyat mengunggah data penyiksaan tapol perempuan dituding Gerwani. Tintin Rahaju, namanya disamarkan, menceritakan penyiksaan yang dia terima di Kantor Corps Polisi Militer, Yogyakarta.
Tintin dituding anggota PKI padahal statusnya saat itu adalah mahasiswa aktivis PMKRI, ditelanjangi dan dipaksa melayani syahwat polisi militer yang menginterogasinya.
“Dalam keadaan telanjang itu, saya dipegang oleh dua orang. Mengarah ke setiap pemeriksa itu, saya disuruh menciumi kelamin mereka,” kata saksi itu dalam sidang, yang diapresiasi Hakim Ketua Zak Yacoob karena bersedia merekonstruksi ulang peristiwa menyakitkan di masa lalu.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Indonesia tidak menyambut baik pelaksanaan Sidang Rakyat 1965 di Belanda. JK menuding Pemerintah Belanda membantu IPT, kendati secara resmi penyelenggara sidang adalah upaya swadaya WNI di Belanda disokong pegiat HAM lintas negara.
“Kalau mau begitu (gelar pengadilan rakyat), kita adili Belanda juga (sebab) berapa yang dibunuh Belanda di sini (Indonesia). Lebih banyak lagi,” kata Wapres Jusuf Kalla.
Senada dengan JK, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menanggapi sinis pelaksanaan sidang peradilan rakyat tersebut. Dia menyebut tahun 1965 rakyat bergerak karena lebih dulu merespon pergerakan pasukan diduga suruhan PKI yang menculik enam jenderal dan satu perwira TNI AD.
“Begini ya, tahun ’65 itu yang duluan siapa? Kalau dulu tidak ada pemberontakan tidak ada masalah ini, jadi yang memulai duluan itu jelas melanggar HAM,” tegas Ryamizard. [ard]
Sumber: Merdeka.Com
This post is also available in:
English