Sumber : CNN 14 September 2016
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sekitar periode tahun 1965. Wiranto keberatan dituding mengabaikan persoalan tersebut.
“Orang-orang mengatakan, Pak Wiranto nanti enggak akan menyelesaikan itu. Saya akan menyelesaikan, saya jamin. Saya akan terus bekerja untuk menyelesaikan masalah itu,” ujar Wiranto usai rapat di Badan Anggaran DPR, Jakarta, Rabu (14/9).
Mantan Panglima ABRI itu mengatakan, kementeriannya masih mengkaji beberapa rekomendasi dan masukan dari berbagai pihak. Wiranto menyatakan akan melanjutkan penyelesaian masalah HAM masa lalu pasca-1965 yang sudah tercatat di kementeriannya.
“Beberapa kali kami rapat di Kemenko Polhukam untuk bahas itu, secara komprehensif, adil, transparan,” tuturnya.
Menurut Wiranto, pemerintah tidak ingin menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara sepihak. Selama rapat pembahasan masalah kasus HAM pihaknya selalu mengundang perwakilan Komnas HAM dan pakar hukum. Mereka dimintai pertimbangan untuk penyelesaian kasus itu.
“Intinya kami tidak mengabaikan itu. Jangan khawatir bahwa itu kemudian kami abaikan,” ujar Wiranto.
Wiranto berkata, penyelesaian Tragedi 1965 perlu dilakukan secara cermat agar tidak menimbulkan masalah baru di masa depan. Pemerintah juga berusaha menghindari keberpihakan terhadap salah satu kelompok dalam upaya penuntasan tersebut.
“Perlu dicatat bahwa jangan sampai dalam menyelesaikan itu saling menuduh,” kata Wiranto.
Hingga kini rekomendasi simposium terkait kasus tersebut telah diserahkan sejumlah pihak kepada Kemenko Polhukam, termasuk hasil simposium Tragedi 1965 yang digagas Kemenko Polhukam, Lembaga Ketahanan Nasional dan Komnas HAM.
Setelah rumusan simposium itu dipadukan dengan rekomendasi dari berbagai pihak, Wiranto akan meneruskan hasilnya kepada Presiden Joko Widodo. Hasil akhir penyelesaian Tragedi 1965 akan diumumkan oleh Jokowi.
Di pihak lain, para korban pelanggaran HAM Tragedi 1965 telah menyambangi beberapa lembaga negara, seperti Dewan Pertimbangan Presiden dan Lemhannas. Mereka melakukan kunjungan untuk mendesak pemerintah segera menyelesaikan kasus itu.
Rencananya, para korban juga akan mendatangi Kemenko Polhulam untuk menanyakan perkembangan hasil rekomendasi simposium yang telah diserahkan Mei lalu.
This post is also available in: English